JAKARTA – Sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok kehidupan manusia, kebutuhan minyak nabati dunia akan meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk bumi. Kebutuhan minyak nabati diprediksi mencapai 307 juta ton pada tahun 2050 ketika populasi warga dunia menyentuh angka 10 miliar jiwa.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Farid Amir mengatakan, kebutuhan minyak nabati dunia pada 2050 itu setara dengan dua kali lipat kalau dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 165 juta ton.
“Seiring dengan prediksi pertumbuhan populasi dunia, atau mencapai 10 miliar jiwa pada tahun 2050, permintaan minyak nabati diprediksikan meningkat 2 kali lipat dari 165 juta ton pada tahun 2013 lalu, menjadi ke depan 307 juta ton pada tahun 2050,” kata Farid Amir di Jakarta pada 6 Juni 2023.
Trend peningkatan kebutuhan minyak nabati dunia dapat dilihat dari data terakhir. Pada tahun 2021 total produksi sawit dunia mencapai 75,5 juta ton. Indonesia menyumbang lebih dari 60% dari total produksi minyak sawit dunia dan 22% dari total produksi minyak nabati dunia.
“Kita patut berbangga, volume produksi sawit Indonesia tidak kurang dari 46 juta ton, mampu mengekspor CPO dan produk turunannya sebesar 35 juta ton yang tercapai pada tahun 2021,” katanya. Fakta ini merupakan indikasi produk sawit Indonesia cukup memiliki keunggulan untuk digunakan sebagai pemasok utama minyak nabati dunia.
Dengan perkiraan populasi penduduk dunia yang meningkat, maka kebutuhan minyak nabati dunia di tahun 2050 adalah peluang emas bagi industri kelapa sawit Indonesia. Fakta dalam lima tahun terakhir menunjukkan betapa minyak sawit sangat dibutuhkan. Volume ekspor CPO pada 2018-2022, nilai ekspor mengalami peningkatan sebesar 20,18%.
Kalau dihitung secara tahunan, pada 2022 nilai ekspor CPO dan produk turunannya mencapai USD 41,32 miliar atau naik 11,01% dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar USD37,22 miliar.
Tapi, peningkatan nilai ekspor ini belum dibarengi dengan peningkatan volume ekspor karena naiknya nilai ekspor terjadi akibat fluktuasi harga minyak nabati di dunia. Sedangkan volume ekspor lima tahunan atau periode 2018 – 2022 cenderung stagnan. “Ini yang harus diperbaiki bersama,” katanya. (NYT)