JAKARTA – Isu deforestasi kembali menerpa perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Akibatnya, perusahaan konsumer global Nestle dan Procter & Gamble (P&G) menyatakan tengah menyelidiki pasokan minyak sawit asal Indonesia.
Mengutip Reuters, Selasa (12/11/2024), langkah ini diambil setelah sebuah kelompok lingkungan merilis laporan yang menyebutkan bahwa pasokan sawit untuk perusahaan-perusahaan tersebut kemungkinan berasal dari kawasan cagar alam yang ditebang secara ilegal.
Dugaan tersebut diperkuat oleh citra satelit yang dibagikan kelompok lingkungan asal Amerika Serikat (AS), Rainforest Action Network (RAN). Dari gambar yang dibagikan, terlihat hamparan tanah cokelat hasil penebangan area hutan di kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil di Indonesia.
Baca Juga: Musim Mas Dapat Pinjaman Rp2,5 Triliun dari Rabobank dan HSBC
Terlihat pula citra tanaman sawit di lokasi tersebut. Beberapa gambar, yang menurut RAN diambil selama investigasi lapangan pada Februari 2024, menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit ditanam di tanah yang terbakar dikelilingi oleh pohon-pohon tumbang di dalam kawasan suaka margasatwa.
RAN menyebutkan setidaknya 2.609 hektare (ha) area hutan telah lenyap dari kawasan cagar alam yang berlokasi di Aceh tersebut sejak 2016. Sekitar 645 ha di antaranya telah ditanami sawit.
Kementerian Kehutanan Indonesia tidak memberi tanggapan ketika dimintai konfirmasi oleh Reuters. Investigasi RAN pada September dan Oktober mengungkap produksi tandan buah segar (TBS) dari area kebun sawit di kawasan cagar alam tersebut dijual ke pabrik PT Global Sawit Semesta (GSS) dan PT Aceh Trumon Anugerah Kita (ATAK).
Baca Juga: Permata Group Dapat Kredit Rp808 Miliar dari DBS untuk Pembiayaan Biodiesel
Menurut laporan RAN, kedua perusahaan ini tercatat memasok sawit ke merek-merek besar termasuk Procter & Gamble, Nestlé, Mondelez dan PepsiCo. Adapun GSS dan ATAK, yang operasionalnya berlokasi di daerah terpencil, tidak dapat dihubungi oleh Reuters untuk dimintai komentar.
Perusahaan-perusahaan umumnya mendapatkan minyak sawit dari pabrik-pabrik Indonesia melalui perantara. Seorang juru bicara Nestle mengatakan bahwa pihaknya segera menghubungi pemasok langsungnya terkait GSS untuk menyelidiki temuan RAN, seraya menambahkan bahwa, pada akhir 2023, 96% pasokan minyak sawit Nestle berstatus bebas dari deforestasi.
“Jika perlu mencari solusi, kami akan mengambil tindakan yang diperlukan,” kata juru bicara tersebut. P&G mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan menyusul temuan RAN dan segera menangguhkan sumber dari GSS dan ATAK.
Baca Juga: Apical Gandeng IDH dan Pemkab Aceh Singkil Serahkan STDB ke 160 Petani Swadaya
Menurut investigasi RAN, Royal Golden Eagle Group (RGE) yang berkantor pusat di Singapura, Musim Mas, dan perusahaan Permata Hijau dari Indonesia juga tercatat menerima pasokan minyak dari GSS.
Apical, unit RGE, dan Musim Mas mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki temuan RAN. Sementara itu, Permata Hijau, Mondelez, dan Pepsi tidak menanggapi beberapa permintaan komentar melalui email.
Indonesia dengan area hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, mengatakan telah mengurangi laju deforestasinya hingga di bawah 140.000 ha per tahun antara 2020 dan 2023, turun dari lebih dari 400.000 ha pada 2016-2020.
Namun, RAN mengatakan penyelidikannya menunjukkan bahwa deforestasi di wilayah hutan lindung seperti suaka margasatwa, melonjak empat kali lipat pada 2021-2023 dibandingkan dengan periode sebelumnya, meskipun ada undang-undang yang melarang deforestasi.
“Citra dan analisis resolusi tinggi secara definitif menunjukkan bahwa pabrik minyak sawit, pedagang, dan merek global yang bersumber dari daerah ini telah gagal mengakhiri deforestasi untuk minyak sawit di ‘Ibu Kota Orangutan Dunia’,” kata RAN dalam laporannya. (ANG)